Piercing the Corporate Veil pada Direksi dalam UU No. 40 tahun 2007
Piercing the Corporate Veil pada Direksi dalam UU No. 40 tahun 2007
piercing the corporate veil pada direksi

Dalam artikel sebelumnya kita sudah membahas soal Piercing the corporate veil pada Pemegang Saham. Sekarang kita akan bahas soal piercing the corporate veil pada Direksi.

Doktrin tanggung jawab terbatas Perseroan Terbatas tidak akan berlaku dan akan dibebankan kepada Direksi secara pribadi dalam hal-hal sebagai berikut:

A. Direksi Tidak Melaksanakan Fiduciary Duty Kepada Perseroan

Prinsip fiduciary duty bagi direksi bersumber dari Pasal 97 ayat 1 dan 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Pasal 97 ayat (2) UUPT menyatakan: “pengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan: “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Berdasarkan bunyi ketentuan di atas, bisa dipahami bahwa bila direksi bersalah (sengaja) atau lalai menjalankan kewajiban fiduciary duty tersebut, yakni tidak dengan itikad baik dan bertanggung jawab menjalankan tugas untuk pengurusan perseroan, maka ia (direksi) bertanggung jawab secara pribadi.

Bahkan UU PT mengatur bahwa yang bisa menggugat direksi akibat kesalahan atau kelalaian direksi tersebut tidak hanya pihak ketiga, namun juga pemegang saham asalkan pemegang saham ini bertindak untuk dan atas nama perseroan yang mewakili minimal 10% bagian dari seluruh saham dengan hak suara.[1]

B. Dokumen Perhitungan Tahunan Tidak Benar

Direksi punya kewajiban menyediakan laporan perhitungan tahunan perseroan yang benar.

Bila laporan tahunan tersebut ternyata tidak benar, direksi bersama dengan komisaris bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng berdasarkan doktrin piercing the corporate veil[2]

C. Direksi Bersalah dan Menyebabkan Perusahaan Pailit

Apabila perseroan pailit maka direksi harus bertanggung jawab secara pribadi apabila:

  1. Terdapat unsur kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian dari direksi (dengan pembuktian biasa).[3]
  2. Untuk membayar utang dan ongkos-ongkos kepailitan haruslah diambil terlebih dahulu dari aset-aset perseroan. Apabila aset-aset perseroan tidak mencukup, barulah diambil aset direksi pribadi.
  3. Diberlakukan pembuktian terbalik bagi anggota direksi uang dapat membuktikan bahwa kepailitan perseroan bukan karena kesalahan (kesengajaan) atau kelalaiannya.[4]

D. Permodalan Yang Tidak Layak

Permodalan yang tidak layak, misalnya, modal terlalu kecil padahal bisnis perusahaan adalah besar.

Dalam hal ini selain pemegang saham yang berkewajiban menyetor saham, pihak direksi juga bertanggung jawab secara hukum, sebab direksi sebagai pihak eksekutif dari perseroan seharusnya dapat menimbang-nimbang kegiatan mana yang cocok untuk perseroan dan berapa seharusnya modal yang layak untuk disetor ke perseroan.[5]

E. Perseroan Beroperasi Secara Tidak Layak

Menurut Munir Fuady[6], jika perseroan beroperasi secara tidak layak sehingga merugikan pihak ketiga atau bahkan merugikan pemegang saham. Maka sudah selayaknya direksi sebagai pihak eksekutif yang bertanggung jawab berdasarkan doktrin fiduciary duty dari direksi dalam suatu perseroan, kecuali apabila telah menjalankan tugasnya dengan benar sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang layak (business judgnent rule)

Sekian semoga bermanfaat.

BACA JUGA: PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA KOMISARIS

Sumber:

Referensi:

  • Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014

Undang-Undang:

  • Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[1] Pasal 97 ayat 6 UUPT: “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.”

[2] Pasal 69 ayat 3 UUPT: “Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.”

[3] Pasal 104 ayat 2 UU PT: “Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.”

[4] Pasal 104 ayat 4 UUPT: “Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

[5]  Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal. 25.

[6] Ibid, hal. 25.

About The Author

Boris Tampubolon

Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Bisakah Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Diproses Bila Pidana Asal Ternyata Adalah Sengketa Perdata
Bagaimana Penghitungan Nilai Mata Uang Asing Dalam Menentukan Besaran Uang Pengganti?
Bagaimana Putusan Hakim Terhadap Penuntutan JPU Yang Ternyata Ne Bis In Idem?
Bagaimana Putusan Hakim Terhadap Penuntutan JPU Yang Ternyata Ne Bis In Idem?
Pahami Alat Bukti Dalam Hukum Pidana Menurut KUHAP
Kelalaian Dalam Menerbitkan Surat Yang Didasari Surat Palsu Tidak Bisa Dipidana, Kalau?
Tanah Sudah Diagunkan ke Bank Tapi Disita Pengadilan Untuk Pelunasan Utang Pihak Lain, Apa Yang Harus Dilakukanok
Bila Anak Menjadi Saksi Di Perkara Yang Terdakwanya Orang Dewasa, Apakah Sidangnya Menjadi Tertutup Untuk Umum?

Video Gallery

Pengacara Dito Mahendra Bakal Ajukan Eksepsi Terkait Senpi Ilegal
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan melanjutkan sidang terdakwa Dito...

Berita

WhatsApp Image 2024-01-26 at 17.23.59
Dito Mahendra Koleksi Senjata Api, Pengacara Ibaratkan Seperti Koleksi Benda Elektronik atau Otomoti
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Dito Mahendra, Boris Tampubolon mengatakan dakwaan jaksa terhadap kliennya kurang jelas. Ia berujar seharusnya...

Buku

buku
STRATEGI MENANGANI DAN MEMENANGKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN (PERSPEKTIF ADVOKAT)
Para advokat atau praktisi hukum sudah sepatutnya memiliki keahlian penanganan perkara yang mumpuni sehingga dapat...