Bisakah Suami Dituntut Karena Memperkosa Isterinya Sendiri?
Bisakah Suami Dituntut Karena Memperkosa Isterinya Sendiri?
bisakah suami dituntut karena perkosa isteri sendiri

Bisakah suami dituntut karena melakukan perkosaan terhadap isterinya sendiri? Saya mohon penjelasannya dari segi hukumnya seperti apa. Karena sejauh pemahaman saya, tidak mungkin dan terkesan lucu jika suami memperkosa isterinya sendiri. Terima Kasih

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya.

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan jelaskan lebih dulu apa itu perkosaan terhadap isteri. Perkosaan terhadap isteri lebih tepatnya disebut dengan marital rape.

Menurut Oxford Dictionaries, marital rape diartikan sebagai “Rape commited by the person to whom the victim is married” yaitu perkosaan yang dilakukan seseorang kepada korban yang sudah dinikahinya.

Menurut Bergen, seperti dikutip Milda Marlia dalam bukunya “Marital Rape: Kekerasan Seksual Terhadap Isteri”, marital rape diartikan sebagai hubungan seksual lewat vagina, mulut, maupun anus yang dilakukan dengan paksaan, ancaman, atau saat isteri dalam keadaan tidak sadar.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) seperti termuat dalam laporannya “Ending Violance Against Woman from Words to Action, Study of the Secretary General”, mengkategorikan Marital Rape sebagai intimate sexual violance yaitu kekerasan yang terjadi dalam sebuah pranata pernikahan yang dilakukan salah satu pasangan terhadap pasangannya sendiri.

Sedang, Farha Ciciek, dalam bukunya “Ikhtiar Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah tangga: belajar dari kehidupan rasul” mengelompokan marital rape ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu pemaksaan hubungan seksual ketika isteri tidak siap, hubungan seksual yang diiringi penyiksaan, dan pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak dikehendaki isteri.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa Marital Rape adalah hubungan seksual antara pasangan suami-isteri dengan cara-cara kekerasan, paksaan, ancaman atau dengan cara lain yang tidak dikehendaki pasangan masing-masing.

Menurut Hukum Indonesia, yakni Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUKDRT) memang tidak dikenal istilah marital rape. Yang ada hanya istilah “kekerasan seksual”. Namun sebelum jauh membahas soal kekerasan seksual, kita harus tahu dulu apa itu kekerasan dalam rumah tangga dan siapa saja pihak yang masuk dalam lingkup rumah tangga.

Menurut Pasal 1 angka 1 UUKDRT, “Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”

Sedang pihak yang masuk dalam lingkup rumah tangga menurut Pasal 2 UUKDRT yaitu;

  1. Suami, isteri, dan anak;
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau;
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut;
  4. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud angka 3, dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Kembali ke “kekerasan seksual”. Kekerasan Seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 5 UUKDRT yang menyatakan sebagai berikut:

 “Pasal 5

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

  1. kekerasan fisik;
  2. kekerasan psikis;
  3. kekerasan seksual; atau
  4. penelantaran rumah tangga.”

Pasal 8 UUKDRT memberikan penjelasan lebih lanjut soal kekerasan seksual dalam rumah tangga dimana kekerasan seksual dalam rumah tangga meliputi: a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Dalam Penjelasan Pasal 8 UUKDRT mengatakan, “yang dimaksud dengan “kekerasan seksual” dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Jadi, dalam hukum Indonesia tidak dikenal istilah marital rape. Yang ada hanya “kekerasan seksual” dalam rumah tangga. Dan lingkup kekerasan seksual dalam rumah tangga itu lebih luas dibanding marital rape.

Marital rape hanya terbatas pada pasangan atau isteri, sedang kekerasan seksual dalam rumah tangga tidak hanya isteri tapi juga suami, anak, orang-orang lain yang punya hubungan keluarga misalnya ayah, ibu kandung atau mertua, bahkan sampai orang yang bekerja (pekerja rumah tangga) baik yang tinggal menetap di dalam rumah tangga yang bersangkutan maupun yang tidak.

Soal pertanyaan Anda, apakah suami bisa dituntut karena perkosa isteri sendiri. Jawabannya, bisa.

Setidaknya di Indonesia sudah ada 2 orang yaitu Tohari (Putusan No. 899/Pid.Sus/2014/PN Dps) dan Hari Ade Purwanto (Putusan No. 912/Pid.B/2011/PN.Bgl) yang dipenjara lantaran melakukan perkosaan dalam rumah tangga atau marital rape di mana melanggar Pasal 8 huruf a  Jo Pasal 46 UUKDRT.

Pasal 8 UUKDRT berbunyi, “kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi; a) pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;”

Adapun Pasal 46 berbunyi; “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.

Tohari dihukum 5 (lima) bulan karena memaksa isterinya berhubungan, padahal saat itu isterinya sedang dalam keadaan lemah lantaran sakit. Isterinya menolak. Namun Tohari tidak menghindahkannya dan tetap memaksa isterinya berhubungan badan. Saat itu, isterinya melawan hingga terjatuh ke lantai. Isterinya pun berteriak minta tolong kepada tetangganya, hingga salah seorang mendatanginya. Tohari pun dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pemerkosaan terhadap istrinya.

Kasus Hari Ade Purwanto juga kurang lebih mirip dengan Tohari. Berawal sepulang kerja, Hari berniat menjemput istrinya memakai sepeda motor. Sampai di depan kantor, ia minta istrinya agar cepat naik ke motornya. Entah sudah terjadi pertengkaran sebelumnya, istrinya menolak dibonceng Hari. Hari marah besar. Dia mengancam akan menabrakan motor ke tubuh istrinya. Dengan perasaan takut, istrinya akhirnya bersedia diboncengi.

Dalam perjalanan, Hari memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Sampai di kawasan hutan,  Hari menghentikan sepeda motornya dan mengajak istrinya berhubungan badan. Tapi istrinya menolak. Hari marah. Dia langsung menyeret dan langsung mendorong bahu istrinya ke tanah. Hari pun melampiaskan nafsunya. Atas perbuatannya itu Hari dihukum 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan penjara.

Dalam putusannya Hakim menyatakan keduanya terbukti telah melakukan kekerasan seksual dalam rumah tangga (terhadap isteri) sehingga melanggar Pasal 8 huruf a  Jo Pasal 46 UUKDRT.

Jadi dari segi hukum disimpulkan, bahwa suami dapat dituntut atau dijerat pidana jika melakukan kekerasan seksual terhadap isterinya berdasarkan Pasal 8 huruf a Jo Pasal 46 UUKDRT.

Sekian sejauh yang kami ketahui semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Referensi:

  • Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah tangga: belajar dari kehidupan rasul. Jakarta: LKAJ, Solidaritas Perempuan dan The Ford Foundation, 1998.
  • Milda Marlia, Marital Rape: Kekerasan Seksual Terhadap Isteri. Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara, 2007).
  • Division for the Advancement of Women of The Department of Economic and Social Affairs of United Nation Secretariat, Ending Violance Against Woman from Words to Action, Study of the Secretary General. United Nation Pubication, 2006.
  • oxforddictionaries.com

Putusan Pengadilan:

  • Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 899/Pid.Sus/2014/PN Dps
  • Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor: 912/Pid.B/2011/PN.Bgl

About The Author

Boris Tampubolon

Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.

2 thoughts on “Bisakah Suami Dituntut Karena Memperkosa Isterinya Sendiri?”

  1. selamat siang pak Boris, yang saya tanyakan..kalau melakukan tuntutan pidana terkait marital rape, apakah dibutuhkan saksi? karena dalam kejadiannya tidak pernah ada saksi dan juga jelas tidak ada bukti walaupun kejadiannya terjadi berulangkali. terimakasih sebelumnya.

    1. Boris Tampubolon

      Bicara masalah hukum, berarti bicara bukti. jika tidak ada bukti maka susah untuk memproses suatu tindak pidana apapun itu apalagi sampai menjatuhkan vonis bersalah kepada si terdakwa.

      Dalam hukum pidana saksi ada lima yaitu: Keterangan Saksi, Surat, Keterangan Ahli, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa (selengkapnya terkait alat bukti bisa baca di sini: https://konsultanhukum.web.id/pahami-alat-bukti-dalam-hukum-pidana-menurut-kuhap/

      Untuk membuktikan seseorang bersalah, minimal harus ada 2 alat bukti ditambah keyakinan hakim.

      Dalam kasus anda menurut saya alat buktinya masih sangat kurang, karena tidak memenuhi minimal dua alat bukti. Karena hanya keterangan saksi korban (anda) saja. tidak ada bukti-bukti lain berupa bekas luka, atau penganiayaan kekerasan dan sebagainya dari hasil visum. kalau hasil visum ada, maka semakin kuat buktinya karena keterangan anda sebagai Saksi ditambah hasil visum (bukti) surat, sehingga menjadi dua alat bukti. Atau kalaupun tidak ada visum tapi jika pelaku mengakui perbuatannya (keterangan Terdakwa) maka bisa menjadi dua alat bukti juga. yaitu keterangan Anda sebagai saksi dan pengakuan terdakwa sebagai Keterangan terdakwa.

      jadi intinya untuk melaporkan (menuntut) seseorang harus ada minimal 2 alat bukti. Terima kasih semoga bermanfaat

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Bisakah Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Diproses Bila Pidana Asal Ternyata Adalah Sengketa Perdata
Bagaimana Penghitungan Nilai Mata Uang Asing Dalam Menentukan Besaran Uang Pengganti?
Bagaimana Putusan Hakim Terhadap Penuntutan JPU Yang Ternyata Ne Bis In Idem?
Bagaimana Putusan Hakim Terhadap Penuntutan JPU Yang Ternyata Ne Bis In Idem?
Pahami Alat Bukti Dalam Hukum Pidana Menurut KUHAP
Kelalaian Dalam Menerbitkan Surat Yang Didasari Surat Palsu Tidak Bisa Dipidana, Kalau?
Tanah Sudah Diagunkan ke Bank Tapi Disita Pengadilan Untuk Pelunasan Utang Pihak Lain, Apa Yang Harus Dilakukanok
Bila Anak Menjadi Saksi Di Perkara Yang Terdakwanya Orang Dewasa, Apakah Sidangnya Menjadi Tertutup Untuk Umum?

Video Gallery

Pengacara Dito Mahendra Bakal Ajukan Eksepsi Terkait Senpi Ilegal
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan melanjutkan sidang terdakwa Dito...

Berita

WhatsApp Image 2024-01-26 at 17.23.59
Dito Mahendra Koleksi Senjata Api, Pengacara Ibaratkan Seperti Koleksi Benda Elektronik atau Otomoti
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Dito Mahendra, Boris Tampubolon mengatakan dakwaan jaksa terhadap kliennya kurang jelas. Ia berujar seharusnya...

Buku

buku
STRATEGI MENANGANI DAN MEMENANGKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN (PERSPEKTIF ADVOKAT)
Para advokat atau praktisi hukum sudah sepatutnya memiliki keahlian penanganan perkara yang mumpuni sehingga dapat...