Dalam praktek peradilan, tak jarang terjadi perbedaan pendapat antara majelis hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diperiksa dan diadilinya.
Beda pendapat tersebut wajar saja terjadi sebab hakim memiliki latar belakang keluarga, pendidikan, usia, lingkungan pergaulan, universitas dan panutan pendidik yang berbeda sehingga bisa menimbulkan perbedaan nilai di antara para hakim.
Perbedaan tersebut ditemukan dalam putusan yang dijatuhkannya terhadap suatu perkara, sebagai berikut[1]:
- Unanimous, yaitu putusan pengadilan yang diputus berdasarkan suara bulat dari para hakim yang mengadili perkara tersebut.
- Concurring Opinion, yaitu apabila pendapat seorang Hakim mengikuti sependapat dengan pendapat Hakim yang mayoritas tentang amar putusan, misalnya setuju koruptor tersebut dihukum 8 tahun, tapi dia hanya menyatakan berbeda dalam pertimbangan hukum (legal reasoning) nya.
- Dissenting Opinion, yaitu apabila seorang Hakim berbeda pendapat dengan Hakim yang mayoritas, baik tentang pertimbangan hukum maupun amar putusannya. Pendapat Hakim yang disssenting opinion tersebut dimuat dalam putusan secara lengkap dan diletakan sebelum amar putusan.
Sumber:
Alkostar, Artidjo. “Permasalahan Gratifikasi Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Undang-Undang Korupsi”, Majalah Hukum Varia Peradilan, No 330 (Mei, 2013), Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2013.
[1] Artidjo Alkostar, “Permasalahan Gratifikasi Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Undang-Undang Korupsi”, Majalah Hukum Varia Peradilan, No 330 (Mei, 2013), hal 50.
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.