Perusahaan saya mendapat sebuah pekerjaan untuk mengerjakan suatu proyek pembangunan pembangunan perumahan dari PT A. Namun dalam perjalanannya PT A tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) kepada perusahaan saya sebagaimana yang telah disepakati, dan terakhir secara diam-diam PT A menjual proyek pembangunan rumah tersebut kepada pihak lain yaitu PT B (PMH). Pertanyaan saya: Dapatkan saya memasukan gugatan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan? mengingat saya juga bingung apakah harus menguggat wanprestasi atau PMH. Terima Kasih. Charles Budiman, Jakarta
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya.
Intinsari:
Peraturan perundang-undangan tidak mengatur penggabungan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan, namun tidak juga melarangnya. Dalam praktek peradilan, terdapat beberapa yurisprudensi yang membolehkan menggabungkan gugatan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan.
Penggabungan gugatan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan yang sama dikenal dengan sebutan kumulasi objektif. Meski kumulasi objektif ini tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam praktek peradilan, kumulasi objektif ini ternyata sudah lama diterapkan. hal tersebut bisa dilihat dalam Putusan Raad Justisie Jakarta tanggal 20 Juni 1939 memperbolehkan kumulasi objektif dalam perkara yang terdapat hubungan erat (Soepomo, 1993: hal.20).
Pendapat yang sama dikemukakan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 575 K/Pdt/1983, sebagaimana dinyatakan Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Perisangan, Penitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, 2004 : hal.456, bahwa meski tidak diatur oleh HIR dan RBg, penggabungan perkara dapat dilakukan sepanjang benar-benar untuk memudahkan atau menyederhanakan proses pemeriksaan dan menghindari terjadinya putusan yang saling bertentangan.
Di bawah ini ada beberapa Yurisprudensi yang pada pokoknya membenarkan penggabungan antara wanprestasi dengan PMH, sebagai berikut:
- Putusan MA No. 2686 K/Pdt/1985 tanggal 29 Januari 1987 yang pertimbangannya menyatakan, “meskipun dalil gugatan yang dikemukakan dalam gugatan adalah PMH, sedangkan peristiwa hukum yang sebenarnya adalah wanprestasi namun gugatan dianggap tidak obscuur lible”.
- Putusan MA No.2157 K/Pdt/2012. Dalam perkara ini penggugat menggabungkan gugatan wanprestasi dan PMH. Namun dalam dalilnya mejelaskan soal wanprestasi dan yang terbukti juga adalah soal wanprestasinya. Terhadap perkara ini Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyatakan:
- Bahwa walaupun dalam surat gugatan menggunakan istilah perbuatan melawan hukum (PMH), tidak berarti gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena posita gugatan telah secara jelas menguraikan hubungan hukum para pihak, yaitu adanya hutang piutang dan penggugat telah mendalilkan para tergugat telah wanprestasi;
- Mengingat asas peradilan cepat, sederhana dan murah, penyebutan istilah perbuatan melawan hukum (PMH) dalam surat gugatan, padahal fakta-fakta persidangan menggambarkan hubungan perjanjian para pihak, tidak mengakibatkan surat gugatan cacat atau tidak dapat diterima;
- Mengingat fakta-fakta persidangan di Pengadilan Negeri, penggugat (dalam hal ini pemohon kasasi) telah dapat membuktikan dalil-dalilnya dimana terbukti tergugat wanprestasi.
- Putusan MA No. 886 K/Pdt/2007, juga membenarkan penggabungan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan. Dalam pertimbangannya MA mengatakan “bahwa dalam posita gugatan telah jelas terpisah antara PMH dan wanprestasi yaitu:
- “Tergugat I tidak melaksanakan Perjanjian Kerja Sama Ni. 158/X/BBWM/2003; dan No. 009 MBP-DIR/12/2003 Oktober 2003, perbuatan mana sebagai wanprestasi, dan;
- “Tergugat I dan Tergugat II membuat perjanjian Kerja Sama No. 199/BBMW/XII/2003; dan No. 009/MBP-DIR/12/2003 tanggal 29 Desember 2003 tanpa diketahui penggugat sebagai yang berhak atas pengoperasian Pengelolaan Minya dan Gas Kabupaten Bekasi, perbuatan mana meripakan perbuatan melawan hukum”.
- Bahwa sungguhpun dalam gugatan terdapat posita wanprestasi dan perbuatan mealwan hukum, akan tetapi dengan tegas diuraikan secara terpisah maka gugatan demikian yang berupa kumulasi objektif dapat diterima.
Secara manfaat, Zainal Asikin menyatakan ada dua manfaat dan tujuan penggabungan gugatan, termasuk kumulasi objektif (Asikin : 2015, hal.33)
- Mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Melalui gugatan kumulasi dua atau lebih gugatan dapat diselesaikan sekaligus apabila dua atau lebih objek gugatan diajukan sendiri-sendiri, maka asas sederhana, cepat, dan biaya ringan tidak akan tercapai.
- Menghindari putusan yang saling bertentangan. Melalui gugatan kumulasi objektif dapat menghindari dua putusan dalam kasus yang sama saling bertentangan.
Menurut pendapat Dr. Yasardin, S.H., M.Hum, Hakim Tinggi pada PTA Jakarta (Varia hal 38), penggabungan gugatan wanprestasi dan PMH dapat dilakukan, dengan syarat yang ketat yaitu:
- Terdapat hubungan erat antara dua perbuatan tersebut;
- Dalam objek yang sama dan diselesaikan dengan hukum acara yang sama;
- Antara wanpresasi dan perbuatan melawan hukum merupakan kewenangan pengadilan yang sama;
- Untuk menyederhanakan proses dan menghindari dua putusan yang berbeda/bertentangan;
- Dalam posita (alasan-alasan diajukan gugatan) diuraikan secara sendiri-sendiri, artinya dalam posita diuraikan secara jelas peristiwa wanprestasi dahulu, kemudian diikuti dengan uraian secara jelas pula tetang perbuatan melawan hukumnya dan demikian juga di dalam petitum (hal-hal yang diminta/dituntut)
Soal kasus yang Anda tanyakan yang menurut Anda terdapat dua isu hukum wanprestasi dan PMH, maka berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan di atas, Anda bisa saja menggabungkan wanprestasi dan PMH di dalam satu gugatan yang sama tentu dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana sudah dijelaskan.
Sekian jawaban kami semoga bermanfaat.
Sumber:
- Soepomo R, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993).
- Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Perisangan, Penitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
- Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Mataram: Prenada Media Group, 2015)
- Ikatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXXI No. 362 Januari 2016, (Jakarta : Ikatan Hakim Indonesia, 2016).
Putusan Pengadilan:
- Putusan Mahkamah Agung No. 575 K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984
- Putusan Mahkamah Agung No. 2686 K/Pdt/1985 tanggal 29 Januari 1987
- Putusan Mahkamah Agung No. 2157 K/Pdt/2012 tanggal 20 Mei 2013
- Putusan Mahkamah Agung No. 886 K/Pdt/2007 tanggal 24 Oktober 2007.
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.