Pemberian Cek Kosong Tidak Serta Merta Pidana, Ini Penjelasannya
Pemberian Cek Kosong Tidak Serta Merta Pidana, Ini Penjelasannya
Pemberian Cek Kosong Bukan Pidana (Penipuan), Ini Dasar Hukumnya

Selamat Pagi, bapak Advokat dan Konsultan Hukum Boris Tampubolon mohon bantuannya. Tapi sebelumnya saya ingin tanya. Apakah pemberian cek kosong serta merta menjadi pidana penipuan? -Herman, Jakarta-

Jawaban

Intisari:

Pemberian cek kosong tidak serta merta menjadi pidana.

Pemberian cek kosong tidak serta merta menjadi pidana. Pemberian cek kosong bisa menjadi pidana penipuan bila cek itu digunakan sebagai cara untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan barang kepada si pemberi cek, dan sedari awal pemberi cek tahu kalau cek yang akan dia berikan itu kosong.

Jadi di sini, harus bisa tergambarkan mens rea (niat jahat) pelaku kemudian actus reus (tindakan) dengan pemberian cek kosong tersebut.

Sementara bila cek kosong diberikan hanya sebagai jaminan maka itu bukan pidana. Juga cek kosong yang diberikan tapi sudah dilarang untuk dicairkan tapi tetap dicairkan oleh si penerima maka itu juga bukan pidana. Begitu juga bila ada pemberian cek kosong tapi ternyata antara si pemberi cek dan si penerima masih ada hitung-hitungan utang yang belum selesai maka itu juga bukan pidana.

Dasar hukumnya bisa anda lihat dalam beberapa Yurisprudensi dan/atau Putusan Mahkamah Agung sebagai berikut:

I. Yurisprudensi MA No. 1036 K/Pid/1989

Intinya dalam yurisprudensi ini adalah Cek kosong dianggap pidana bila cek itu digunakan di awal sebagai cara terdakwa untuk menggerakan orang untuk menyerahkan barang dan sedari awal memang terdakwa tau itu cek kosong;

Buktinya bisa dilihat dalam uraian dakwaan yang terbukti dalam kasus yang menjadi yurisprudensi ini sebagai berikut:

“bahwa ia terdakwa Ma Siu bing alias Supiati, pada hari selasa tanggal 7 Juli 1987 ………………………………….perbuatan mana dilakukan dengan cara terdakwa telah mendatangi Saksi I (H. Asmadin) di rumahnya dengan membawa 3 lembar cek yang dikatakan ada dananya di BRI Cabang Lumajang, cek tersebut akan ditukarkan dengan uang kontan, untuk itu Terdakwa memberikan potongan sebesar 10 persen apabila mendapatkan uang kontan. Adapun 3 lembar cek tersebut masing-masing cek No. CK 0480426 tertanggal 7 Juli 19787 dengan nilai nominal sebesar Rp. 3.000.000,00-, cek No. CK 0480427 tertanggal 10 Juli 1987 dengan nominal sebesar Rp. 2.000.000,00-, dan Cek no CJ. 348957 tanggal 16 Juli 1987 dengan nilai nominal sebesar Rp. 3.000.000,00-. Jumlah keseluruhannya 3 lembar cek tersebut dengan nilai nominal sebesar Rp. 8.000.000,00- (delapan juta rupiah). Dengan kata-kata Terdakwa tersebut maka saksi I tergerak hatinya untuk mengusahakan keuangan guna diserahkan kepada terdakwa sejumlah Rp. 2.700.000,00 + Rp. 1.800.000,00 + Rp. 2.700.000,00 = Rp. 7.200.000,00 (tujuh juta dua ratus ribu rupiah) setidak-tidaknya lebih dari Rp. 250,00. Namun setelah Saksi I mencairkan keuangan 3 lembar cek tersebut di BRI Cabang Lumajang, ternyata dana dalam rekening terdakwa tidak cukup sesuai surat keterangan penolakan BRI Cabang Lumajang tanggal 15 Agustus 1987 menerangkan bahwa 3 lembar cek tersebut di atas ditolak/dikembalikan karena saldo tidak cukup. Adapun uang yang diterima Terdakwa dari Saksi I telah digunakan oleh Terdakwa untuk keperluan Terdakwa sendiri yaitu membayar hutang-hutangnya yang terdahulu kepada orang lain.

Melanggar hukum: pasal 378 KUHP”

II. Putusan No. 117/Pid.B/2012/PN.BGR Jo Putusan Mahkamah Agung No. 1665 K/PID/2012

Inti kaidah hukum dalam Putusan ini adalah “Cek kosong yang hanya sebagai jaminan bukan pidana”

Pertimbangan hukum dalam putusan ini menyatakan:

“Menimbang, bahwa karena 3 (tiga) lembar cek yang diberikan terdakwa adalah hanya sebagai alat penjamin bukan alat pembayaran, maka sesuai keterangan saksi ahli Dr. WIDJAJA GUNAKARYASA, SH, bahwa suatu cek  yang diberikan sebagai alat penjamin dan hal tersebut disepakati saat pembukuan /pemberian cek sebagai jaminan maka dengan sendirinya cek tersebut tidak boleh dicairkan, dan jika dicairkan dananya tidak cukup, maka tidak terdapat unsur melawan hukum secara pidana

III. Putusan MA No. 91 PK/PID/2014

Inti Kaidah Hukumnya: “Cek kosong yang sudah dilarang untuk dicairkan tapi tetap dicairkan oleh korban bukan pidana.”

Pertimbangan hukum dalam putusan ini menyatakan:

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta hukum tersebut di atas, tidak ternyata Terdakwa/Terpidana telah memakai nama palsu atau tipu muslihat atau membujuk atau karangan perkataan bohong sebagaimana didakwakan Penuntut Umum pada dakwaan Tunggal tersebut di atas. Sehingga tidak ada alasan hukum yang menyebabkan saksi Wira Budi Saputra merasa tertipu oleh perbuatan Terdakwa yang telah memblokir cek. Apalagi dari semula Wira Budi Saputra telah menyatakan kepada Terdakwa bahwa “nanti cek itu tidak dicairkan, cuma mau ditunjukkan saja kepada pembeli tanah”. Namun kenyataannya malahan Wira Budi Saputra tetap mencairkan cek itu di Bank yang ditunjuk, bila tidak segera diblokir malahan akan merugikan Terdakwa sendiri.”

IV. Putusan Mahkamah Agung No. 1033 K/Pid/2017 Jo Pengadilan Negeri Tangerang No. 1883/Pid.b/2016/PN.Tng

Inti Kaidah Hukumnya: “Cek kosong yang mana antara terdakwa dam korban masih ada hitung-hitungan yang belum selesai mengenai uang hasil penjualan rumah terdakwa yang telah dijual dan dibeli untuk dirinya oleh saksi Netty, bukan pidana, melainkan perdata”

Pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 1883/Pid.b/2016/PN.Tng, menyatakan:

bahwa adanya jaminan pinjaman berupa cek BCA yang jatuh temponya tanggal 15 Juli 2015 yang kemudian tanggal 14 Maret 2016 tidak dapat dicairkan oleh Netty Meriaty karena rekening sudah ditutup sesuai keterangan saksi Andi Rosandi sebagai karyawan BCA dan juga surat keterangan Penolakan (SKP) tertanggal 14 Maret 2016 yang dikeluarkan oleh KCP BCA Bintaro sentra menteng berikut fotokopi cek BCA No. BM 615544 tertanggal 15 Juli 2015 yang menjadi barang bukti dalam perkara ini, tidak lah serta merta tindakan terdakwa tersebut dimaksudkan  sebagai penipuan, karena antara terdakwa dengan saksi Netty Meriaty masih ada hitung-hitungan yang belum selesai mengenai uang hasil penjualan rumah terdakwa yang telah dijual dan dibeli untuk dirinya oleh saksi Netty, meski saksi Netty mungkir atas keterangan terdakwa namun saksi netty meriaty sebagai pemilik uang membenarkan bahwa dirinya sudah menjual dan membeli untuk dirinya sendiri rumah yang dijadikan terdakwa sebagai jaminan hutangnya berjumlah Rp. 2.500.000.000,- (Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) kepada saksi Netty Meriaty, namun berapa harga jual rumah yang menjadi agunan tersebut sebenarnya apakah Rp. 5 miliar rupiah sebagaimana dalil terdakwa saksi Netty tidak memberitahu terdakwa”

“Menimbang bahwa apabila diteliti semua rangkaian peristiwa dan uraian pertimbangan di atas, maka unsure kedua di dalam dakwaan kedua tidak terpenuhi dan terbukti sebagaimana diatur didalam pasal 378 KUHPidana dan majelis hakim berpendapat bahwa sama sekali pasal 378 KUHPidana tidak bisa diterapkan terhadap perbuatan terdakwa”

Pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung No. 1033 K/Pid/2017, yang menyatakan:

“menimbang bahwa terhadap alasan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

– Bahwa dalam hubungan perjanjian antara Terdakwa dan korban ada jaminan berupa cek di Bank Mandiri dan juga SHM (Sertifikat Hak Milik) Nomor 017 dan Akta Jual Beli Nomor 194 Tahun 2001; —

– Bahwa ternyata terdapat perselisihan mengenai jumlah hutang dari Terdakwa kepada Netty Meriati S. karena rumah milik Terdakwa yang merupakan jaminan hutang telah dijual oleh Netty Meriati selaku Kuasa Terdakwa kepada Netty Meriati sendiri;

– Bahwa dengan demikian masih diperselisihkan antara jumlah hutang Terdakwa dengan Netty Mariati yang penyelesaiannya ditempuh melalui hukum keperdataan;”

Jadi dari uraian di atas, jelas bahwa tidak serta merta kalau ada cek kosong itu lantas langusng pidana. Secara konsep, Cek kosong itu harus tergambarkan mens reanya, dan digunakan sebagai cara untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan uang. TIDAK SERTA MERTA YANG PENTING ADA CEK KOSONG LANGSUNG DIANGGAP PIDANA.

Bila ada yang perlu didiskusikan lebih lanjut atau memerlukan bantuan/pendampingan hukum segera hubungi kami di wa/telp 0812 8426 0882 atau email boristam@outlook.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe &Tampubolon Lawyers (silahkan diklik)

About The Author

Boris Tampubolon

Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Mengembalikan kerugian Negara, Apakah Bisa Menjadi Dasar Mengurangi Hukuman Pidana
Pelanggaran UU dan Merugikan Negara Tidak Bisa Serta Merta Diterapkan UU Tipikor, Ini Penjelasannya
Bolehkan diatur Pemberian Kuasa Di Dalam Perjanjian Fidusia
Akibat Hukum Bila Jaminan Fidusia Tidak Didaftarkan
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
divonis-membunuh-empat-pengamen-cipulir-ajukan-pk-ke-pn-jaksel
Novum Dalam Pidana Bukanlah Bukti Baru Tapi Keadaan Baru, Ini Penjelasannya

Video Gallery

Pengacara Dito Mahendra Bakal Ajukan Eksepsi Terkait Senpi Ilegal
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan melanjutkan sidang terdakwa Dito...

Berita

guru-boris-dan-supritani
Boris Tampubolon: Guru Supriyani Tak Bisa Dipidana Jika Tak Ada Mens Rea
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Praktisi hukum dan juga pengacara, Boris Tampubolon mengatakan, dalam konteks hukum pidana, seseorang...

Buku

buku
STRATEGI MENANGANI DAN MEMENANGKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN (PERSPEKTIF ADVOKAT)
Para advokat atau praktisi hukum sudah sepatutnya memiliki keahlian penanganan perkara yang mumpuni sehingga dapat...