Selamat malam Bapak Boris Tampubolon, S.H, semoga bapak sehat selalu. Saya ingin tanya, saya seorang direktur (perusahaan Indonesia) hendak bekerja sama dengan perusahaan asing untuk suatu proyek atau pekerjaan di Indoensia. Kami ingin membuat perjanjian, dan perusahaan asing tersebut menawarkan draft perjanjian dalam bahasa inggris. Pertanyaan saya apakah perjanjian tersebut dibuat dalam bahasa inggris saja atau harus juga dibuat dalam bahasa Indonesia? Bila hanya dibuat dalam bahasa inggris apakah masalah secara hukum? Mohon penjelasannya. Terimakasih. Anton-Surabaya.
Jawaban:
Intisari:
Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bahasa Indonesia, atau dibuat juga dalam bahasa Indonesianya (dua bahasa Indonesia dan inggris). Bila tidak dibuat dalam bahasa Indonesia maka perjanjian tersebut batal demi hukum sehingga tidak sah.
Pasal 31 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan menyatakan: “bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepemahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah republik indonesia, lembaga swasta indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia”
Juga Pasal 26 ayat (1) Perpres No. 63 tahun 2019 tentang tentang Penggunaan Bahasa Indonesia menyatakan: “bahasa Indoensia wajib digunakan dalam nota kesepemahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah republik indonesia, lembaga swasta indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia”
Dalam praktek pengadilan terdapat beberapa putusan pengadilan yakni putusan pengadilan negeri Jakarta Barat No. 451/pdt.g/2012/PN.JKT.Bar Jo. Putusan Mahkamah Agung 1527/pdt/2015, Hal menyatakan:
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 451/pdt.g/2012/PN.JKT.bar:
“Menimbang, bahwa oleh karena Loan Agreement yang ditandatangani oleh penggugat dan Tergugat tertanggal 23-April-2010 (Vide bukti P-10 dan T-20) yaitu sesudah UU No. 24 tahun 2009 diundangkan maka tidak dibuatnya perjanjian/Loan Agreement tersebut dalam bahasa indonesia adalah bertentangan dengan Undang-undang yang dalam hal ini adalah UU No. 24 tahun 2009 sehigga merupakan perjanjian yang terlarang (vide pasal 1335 KUHPerdata Jo. 1337 KUHPerdata);”
Sehingga tidak mematuhi salah satu syarat esenselia dari syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, sehingga dengan demikian perjanjian/Loan Agreement tertanggal 23 April 2010 yang ditanda tangani oleh penggugat dan Tergugat adalah batal demi hukum;”
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1527/PDT/2015:
“Bahwa perjanjian yang dibuat para pihak ditandatangani pada tanggal 30 Juli 2010, dibuat setelah diundangkannya undang-undang nomor 24 tahun 2009 tertanggal 09 Juli 2009 yang mensyaratkan harus dibuat dalam bahasa Indoensia;
Bahwa faktanya Loan Agreement tersebut tidak dibuat dalam bahasa Indonesia, hal ini membuktikan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak bertentangan dengan ketentuan pasal 31 ayat (1) undang-undang nomor 24 tahun 2009 sehingga dengan demikian perjanjian/loan agreement a quo merupakan perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang terlarang, sehingga ketentuan pasal 1335 Jo pasal 1337 KUHPerdata perjanjian tersebut batal demi hukum”
Berdasarkan ketentuan hukum di atas, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pembuatan perjanjian yang melibatkan orang Indonesia. Bila perjanjian tidak dibuat dalam bahasa Indonesia maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Bila masih ada yang ingin ditanyakan/dikonsultasikan lebih lanjut atau memerlukan Bantuan/Pendampingan Hukum silahkan hubungi kami di 0812 8426 0882 atau email boristam@outlook.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe &Tampubolon Lawyers (silahkan diklik)
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.