Banyak terjadi tumpang tindih antara penyitaan dalam kasus pidana dan perdata/kepailitan, pertanyaan saya mana yang lebih kuat bila dalam suatu kasus yang menimbulkan kerugian kepada materi terhadap korban dan harus dilakukan penyitaan dalam pidana maupun perdata/kepailitan?
Intisari:
Tidak ada yang lebih kuat, sebab kedua bentuk penyitaan tersebut memiliki tujuan yang berbeda, sehingga tidak bisa dibandingkan. Penyitaan pidana bertujuan untuk kepentingan pembuktian saja, sedang dalam penyitaan kepailitan/perdata untuk pemulihan/penggantian atau pengembalian kerugian. |
Penyitaan pidana bertujuan untuk kepentingan pembuktian saja, sedang dalam penyitaan kepailitan/perdata untuk pemulihan/penggantian atau pengembalian kerugian.
A. Penyitaan Pidana Untuk Kepentingan Pembuktian
Penyitaan Pidana diatur dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang HUkum Pidana (KUHAP):
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”
Yahya Harahap (Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika: 2014) menyatakan:
“Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan.”
B. Penyitaan dalam Kepailitan/Perdata Untuk Penggantian Kerugian
Pengertian yang terkandung di dalam penyitaan (beslag), antara lain (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: 2015, hal. 282):
-Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan.
-Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang, barang yang disita tersebut;
Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”
Pasal 1132 KUHPer
“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU dan Kepailitan (UU Kepailitan)
“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Penjelasan Umum UU Kepailitan
“Dalam pengaturan pembayaran ini, tersangkut baik kepentingan Debitor sendiri, maupun kepentingan para Kreditornya. Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut, diharapkan agar harta pailit Debitor dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang Debitor secara adil dan merata serta berimbang.”
Menurut Subekti (Pokok-pokok hukum dangang, Intermasa, 1995. hal 28):
“Kepailitan adalah kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil”
Menurut Munir Fuady (Hukum Pailit, Citra Aditya, 2002, hal 8):
“Pailit adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitur agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditur atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditur.”
Di dalam praktek, tidak semua barang tersangka/terdakwa yang dalam hal ini juga merupakan debitur di dalam kasus perdata/kepailitan harus disita semua, bisa juga hanya beberapa saja sebagai sampel (contoh) untuk pembuktian di persidangan.
Karena prinsipnya, dalam kasus pidana yang dihukum adalah perbuatan pelaku bukan harta bendanya. Sehingga sudah seharusnya barang atau asset tersangka/atau debitur bila setelah selesai pembuktian dikembalikan kepada tersangka/terdakwa guna untuk memenuhi kewajibannya kepada para Kreditur di dalam kasus perdata/kepailitan sehingga tercapai asas keadilan dan kemanfaatan baik terhadap terdakwa maupun korban.
Bila masih ada yang ingin ditanyakan/dikonsultasikan lebih lanjut atau memerlukan bantuan hukum silahkan hubungi kami di 0812 8426 0882 atau email boristam@outlook.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (silahkan diklik).
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.