Intisari:
Didampingi Pengacara/Advokat saat diperiksa di Kepolisian harus dan perlu karena: 1. Didampingi Pengacara adalah Hak Saksi maupun Tersangka 2. Secara psikologis, pengetahuan dan pengalaman tidak semua saksi atau tersangka mengerti hukum sehingga rentan dibohongi, dibodohi, atau ditekan sehingga dikhawatirkan tidak bisa memberikan keterangan secara bebas dan benar. 3. Mengawal hak-hak hukum anda dan memastikan agar anda dapat memberikan keterangan secara bebas sesuai keinginan Anda dan Bukan keinginan oknum polisi, dan mengantisipasi agar keterangan anda tidak direkayasa atau digunakan untuk merugikan dirinya (saksi atau tersangka). 4. Melakukan langkah-langkah hukum lainnya guna membela hak dan kepentingan Anda. |
Sebagai masyarakat, kita bisa sewaktu-waktu dilaporkan ke polisi akibat diduga melakukan suatu tindak pidana. Alhasil kita dipanggil untuk diperiksa baik sebagai saksi ataupun selanjutnya sebagai tersangka.
Dalam tulisan ini saya mau berbagi informasi betapa perlunya untuk didampingi pengacara/advokat saat pemeriksaan di kepolisian baik sebagai saksi ataupun tersangka. Selain karena didampingi pengacara adalah hak, tapi lebih kepada memastikan agar anda bisa memberikan keterangan secara bebas, tanpa tekanan, paksaan atau bahkan siksaan. Sebab tak jarang pemeriksaan yang harusnya dilakukan secara bebas tanpa tekanan malah jadi sebaliknya.
Apa Itu Memberi Keterangan Secara Bebas Tanpa Tekanan atau Paksaan?
Simpelnya, adalah anda memberikan keterangan berdasarkan apa yang anda tahu, anda liat, dengar dan alami sendiri, dan memberikan keterangan sesuai kemauan anda BUKAN kemauan Polisi/penyidik.
Sebagaimana diketahui, polisi atau penyidik punya tugas untuk mencari bukti-bukti guna menemukan tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Masalahnya menemukan bukti ini tidak mudah. Apalagi perkara yang sifatnya manipulasi atau sebenarnya tidak harus jadi masalah pidana tapi dipaksakan menjadi masalah pidana karena ada faktor-faktor lain di balik itu. Sehingga mengejar pengakuan dari saksi atau calon tersangka menjadi satu-satunya jalan.
Polisi Mengejar Pengakuan?
Polisi dilarang mengejar pengakuan baik saksi maupun tersangka. (Pasal 27 Ayat 2 Huruf h, Perkap 8/2009 Jo Pasal 66 KUHAP)[1] Karena melanggar asas non-self incrimination[2]. Seharusnya polisi mengumpulkan bukti-bukti seperti keterangan saksi-saksi lain, ahli, surat, dsb, bukan pengakuan tersangka (Pasal 184 KUHAP).
Faktanya, tak jarang oknum polisi yang tidak bertanggung jawab mengejar pengakuan saksi ataupun tersangka untuk mentersangkakan saksi dan/atau mempersalahkan tersangka. Hal ini biasanya dilakukan karena bukti-bukti seperti saksi-saksi lain, surat dan sebagainya tidak ada/cukup dan tidak kuat, sehingga dikejarlah pengakuan.
Simpelnya, “gak apa-apa bukti yang lain gak cukup dan gak kuat, nanti toh akan cukup dan kuat kalau si saksi atau tersangkanya ngaku.”
Mengejar pengakuan bisa dilakukan dengan tekanan, ancaman siksaan[3] atau bahkan dengan bujukan manis.
Menurut Welsh White, praktisi hukum harus berhati-hati terhadap pengakuan yang dibuat oleh seorang tersangka atau terdakwa. Pengakuan tersebut perlu dinilai secara mendalam apakah keterangan itu sungguh-sungguh berasal dari tersangka ataukah bentuk persetujuan dari tersangka atas pernyataan yang disarankan oleh penyidik. Seringkali tersangka menyetujui saran dari penyidik tersebut sehingga menempatkannya pada posisi yang bersalah.
White menilai bahwa kondisi ini biasanya terjadi pada orang dengan kondisi psikologis yang lemah, orang yang tingkat kecerdasannya rendah atau orang yang mudah terbuai dengan janji-janji keringanan hukuman (sekalipun atas tindakan yang dia tidak bersalah melakukannya).
White menyebut fenomena ini sebagai police-induced false confessions (pengakuan salah yang diarahkan oleh polisi).[4] Singkatnya, sekalipun tidak ada kekerasan selama penyidikan dan tersangka “mengaku” bersalah, sesungguhnya hal itu tidak menjamin kebenaran yang materiil.[5]
Sehingga dapat disimpulkan, pada faktanya, keterangan yang saksi berikan bisa digunakan oknum polisi untuk menyerang dirinya (si saksi), awalnya hanya saksi tapi kemudian bisa dijadikan tersangka, atau keterangan tersangka bisa berbalik memberatkan dia di pengadilan padahal fakta peristiwanya tidak demikan.
Kenapa Harus dan Perlu Didampingi Pengacara/Advokat Saat Diperiksa di Kepolisian?
I. Didampingi Pengacara adalah Hak Saksi maupun Tersangka.
Saksi ataupun tersangka berhak didampingi pengacara saat diperiksa dikepolisian.[6] Didampingi pengacara saat pemeriksaan adalah perwujudan dari prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, asas presumption of innocent, dan persamaan kedudukan di depan hukum.
II. Secara Psikologis, Pengetahuan dan Pengalaman Tidak Semua Saksi atau Tersangka Tahu Hukum Sehingga Rentan Dibohongi, Dibodohi, atau Ditekan Sehingga Dikhawatirkan Tidak Bisa Memberikan Keterangan Secara Bebas Dan Benar.
Semua orang berpotensi dilaporkan ke polisi dan kemudian menjadi saksi atau tersangka. Masalahnya, tidak semua orang tahu hukum. Masuk ke kantor polisi, bertemu polisi yang tinggi tegap, bawa senjata, dan bersuara tegas, Saya yakin tidak semua orang berani. Apalagi ditambah jika anda awam hukum, tidak ada pengalaman, tidak tahu hak anda dan harus ngapain saat diperiksa. Membayangkannya saja mungkin sudah seram, apalagi harus berhadapan langsung dan diperiksa oleh si polisi.
Undang-Undang menjamin bahwa setiap orang yang diperiksa, bebas memberikan keterangan tanpa ada paksaan, atau tekanan apalagi siksaan.
Faktanya dalam praktek, tak jarang saksi ataupun tersangka diperiksa di bawah tekanan, ancaman bahkan dipukuli dan sebagainya untuk mendapat pengakuan dari yang bersangkutan atau menyetujui saran dari penyidik sehingga menempatkannya pada posisi yang bersalah.
Saksi dan tersangka ini tak lagi memberikan keterangan secara bebas sesuai yang mereka lihat, dengar dan alami sendiri. Tapi dipaksa atau dibujuk untuk mengikuti/menyetujui “skenario” yang dibuat oleh oknum polisi. Hasilnya, keterangan yang diberikan tersebut sangat tidak benar dan justru memberatkan si saksi ataupun tersangka.
Misalnya: keteranan yang saksi berikan membuat saksi ini malah ditingkatkan statusnya menjadi tersangka karena ia dipaksa atau dibujuk agar mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan. Atau tersangka yang seharusnya tidak salah tapi dipaksa atau dibujuk agar ngaku sehingga salah, atau keterangannya dimanipulasi sehingga semakin memperberat kesalahannya, padahal tidak demikian.
Dalam kondisi demikan masyarakat awam tidak bisa berbuat banyak, karena memang tidak tahu, takut, dan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan atau memberi klarifikasi. Kalau kita menerangkan yang sebenarnya malah dibilang bohong.
“Jangan bohong kamu, ngaku aja!!!, ini buktinya udah jelas, mau kamu saya tahan??!!!, udah cepat tanda tangan (BAP yang isinya tidak benar tersebut)”; atau
“udah langsung tahan aja ini orang komandan, masukin penjara aja, dari tadi bohong terus gak mau ngaku; atau
“udah kamu ikutin aja, ngaku aja ya, jangan mempersulit, biar cepat ini prosesnya..” kurang lebih begitu lah kata-kata dari oknum polisi yang tidak bertanggung jawab.
Mau tak mau anda pun menuruti kemauan oknum tersebut karena anda takut akibat diancam, ditekan atau dibujuk. Sementara mau “melawan” anda hanya sendiri, takut dan tidak tahu harus bagaimana.
Hal tersebut tidak akan terjadi jika anda didampingi Pengacara. Sebab secara psikologis ada orang yang dampingi anda, secara hukum dan pengalaman ada yang “menjaga” anda dan memastikan hak-hak anda dipenuhi. Salah satunya hak untuk memberikan keterangan secara bebas, tanpa tekanan apapun.
III. Mengawal Hak-Hak Hukum Anda dan Memastikan Agar Anda Dapat Memberikan Keterangan secara bebas sesuai keinginan Anda dan Bukan Keinginan Oknum Polisi.
Sebagaimana sudah dipaparkan di atas, pengacara akan mendampingi anda, dan “menjaga” anda dan memastikan hak-hak anda dipenuhi saat diperiksa di kepolisian, baik status anda sebagai saksi maupun sebagai tersangka.
Misalnya jika saat diperiksa oknum polisi tersebut menekan anda, pengacara bisa menegur oknum tersebut dan minta agar anda diperiksa secara benar tanpa ada tekanan, jika tidak pengacara bisa mengadukan polisi tersebut ke atasannya (divisi Propam) atau mempidanakan oknum polisi tersebut.[7]
IV. Mengambil/Melakukan Langkah-Langkah Hukum Lainnya Guna Membela Kepentingan Anda.
Selain itu pengacara juga bisa mengambil langkah-langkah hukum lainnya seperti mengajukan permohonan penagguhan penahanan agar tidak ditahan, atau mengajukan praperadilan jika memang ada indikasi ketidaksahan dalam hal penetapan tersangka, penangkapan atau penahanan, dan sebagainya.
Apa Yang Harus Dilakukan ?
- Pastikan, anda segera menghubungi pengacara untuk mendampingi anda sebelum diperiksa (baik sebagai saksi maupun tersangka) di kepolisian.
- Sebisa mungkin jika menghubungi pengacara jangan mendadak, agar anda dan pengacara anda bisa mempersiapkan hal-hal yang penting guna pembelaan diri anda.
- Jika surat panggilan dari kepolisian tidak jelas atau terlambat anda terima, anda bisa menghubungi polisi yang bersangkutan (biasanya tercantum dalam surat panggilan) minta untuk dischedule ulang jadwal pemeriksaan, sembari anda mempersiapkan diri dan mencari pengacara yang bisa membantu anda.
Sekian semoga bermanfaat.
[1] Pasal 27 Ayat 2 Huruf h Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesi: “Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang: h. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan”
[2] Menurut Luhut M.P Pangaribuan dalam bukunya “Catatan Hukum Luhut. M.P Pangaribuan Pengadilan, Hakim dan Advokat”, (2016) hal 487, Non-self incrimination adalah suatu hal yang tidak diperbolehkan dilakukan dalam suatu proses peradilan pidana. Hal itu dapat berupa tindakan atau pernyataan yang diambil atau berasal dari seseorang sehingga dengan tindakan atau pernyataan itu dirinya menjadi in a crime.
[3] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe545541e7f7/penyiksaan-di-indonesia-terus-meningkat diakses tanggal 18 Juni 2017.
[4] Welsh White, False Confessions in Criminal Cases, Criminal Justice 17 (2), 2002, hal. 5
[5] Ricky Gunawan, Kajian dan Anotasi Peradilan Putusan Ket San: Menelusuri Fenomena Penjebakan Dalam Kasus Narkotika, Dictum Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, Edisi 1, 2012, LeIP, hal. 13.
[6] Lihat Pasal 54, 55, 56, 114 KUHAP dan Pasal 27 Ayat 2 Huruf h Perkap 8/2009.
[7] Pasal 422 KUHP: Seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.