Piercing the Corporate Veil Pada Pemegang Saham Dalam UU 40 Tahun 2007
Piercing the Corporate Veil Pada Pemegang Saham Dalam UU 40 Tahun 2007
piercing the corporate veil pada pemegang saham

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) mengakui teori piercing the corporate veil dengan membebankan tanggung jawab pribadi baik kepada pihak pemegang saham, direksi maupun pihak komisaris.

Dalam tulisan ini akan dijelaskan soal beban tanggung jawab dipindahkan ke pihak pemegang saham. Doktrin tanggung jawab terbatas dalam PT akan tidak berlaku dan tanggung jawab tersebut akan dibebankan kepada Pemegang Saham secara pribadi dalam hal-hal sebagai berikut:

I. Pemegang Saham melakukan hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UUPPT, yaitu:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

II. Pemegang Saham lalai atau gagal melaksanakan Pasal 7 ayat (6) UU PT, yaitu:

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (5)[1] telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.

Namun, ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud di atas, tidak berlaku bagi:

  1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
  2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal (lihat Pasal 7 ayat (6) UUPT)

III. Pemegang Saham melakukan hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal lain dari UU PT.

Menurut  Munir Fuady[2], hal-hal lain yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi dibebankannya tanggung jawab hukum kepada pemegang saham termasuk tindakan-tindakan sebagai berikut:

  • Tidak menyetor modal, yaitu apabila pemegang saham tidak menyetor modal sebagaimana diharuskan Pasal 33 UUPT dan tindakan tersebut merugikan PT dan/atau pihak ketiga, maka Pemegang saham wajib bertanggungjawab secara pribadi.
  • Campur aduk antara urusan pribadi dan urusan perseroan.
  • Alter ego, yaitu perusahaan hanya dijadikan instrumen untuk mencari keuntungan pribadi pemegang sahammya.
  • Jaminan pribadi dari pemegang saham, yaitu apabila pemegang saham memberikan jaminan pribadi bagi kontrak-kontrak atau bisnis yang dibuat oleh PT. kapan dan sejauhmana pihak pemegang saham bertanggung jawab tergantung pada isi dari perjanjian jaminan garansi tersebut.
  • Permodalan yang tidak layak, yaitu misalnya modal terlalu kecil, padahal bisnis perusahaan adalah besar. Akibat pemegang saham tidak menyetorkan modal tambahan akhirnya mengakibatkan pihak ketiga (kreditur) rugi. Maka pemegang saham harus bertanggungjawab.

Sekian semoga bermanfaat

Sumber:

Referensi:

  • Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014

Undang-Undang:

  • Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[1] Pasal 7 ayat 5 UUPT: “Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain”.

[2] Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal. 20.

About The Author

Boris Tampubolon

Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Mengembalikan kerugian Negara, Apakah Bisa Menjadi Dasar Mengurangi Hukuman Pidana
Pelanggaran UU dan Merugikan Negara Tidak Bisa Serta Merta Diterapkan UU Tipikor, Ini Penjelasannya
Bolehkan diatur Pemberian Kuasa Di Dalam Perjanjian Fidusia
Akibat Hukum Bila Jaminan Fidusia Tidak Didaftarkan
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
divonis-membunuh-empat-pengamen-cipulir-ajukan-pk-ke-pn-jaksel
Novum Dalam Pidana Bukanlah Bukti Baru Tapi Keadaan Baru, Ini Penjelasannya

Video Gallery

Pengacara Dito Mahendra Bakal Ajukan Eksepsi Terkait Senpi Ilegal
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan melanjutkan sidang terdakwa Dito...

Berita

guru-boris-dan-supritani
Boris Tampubolon: Guru Supriyani Tak Bisa Dipidana Jika Tak Ada Mens Rea
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Praktisi hukum dan juga pengacara, Boris Tampubolon mengatakan, dalam konteks hukum pidana, seseorang...

Buku

buku
STRATEGI MENANGANI DAN MEMENANGKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN (PERSPEKTIF ADVOKAT)
Para advokat atau praktisi hukum sudah sepatutnya memiliki keahlian penanganan perkara yang mumpuni sehingga dapat...