Piercing the Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas
Piercing the Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas
piercing the corporate veil

Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum merupakan subjek hukum[1]. Yang artinya memiliki hak dan kewajiban serta harta kekayaan terpisah dari harta kekayaan pemiliknya. Oleh karena itu, secara hukum, tanggungjawab hukumnya juga terpisah antara tanggungjawab PT dan tanggungjawab pribadi pemilik PT[2].

Misalnya, jika suatu kegiatan yang dilakukan atas nama PT dan terjadi kerugian pada pihak ketiga, maka pihak ketiga hanya dapat meminta pertanggungjawaban hukum kepada PT (sebatas harta PT saja), tidak termasuk harta pribadi si Pemilik PT.

Hal tersebut jelas dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yaitu: “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”.

Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU PT menyatakan “Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya”.

Namun adanya doktrin pemisahan harta dan tanggungjawab PT dan Pemilik itu tidak mutlak. Dalam hal-hal atau keadaan tertentu pemilik atau organ PT dapat dimintakan pertanggungjawabkan juga sebagai pribadi[3] atau bersama-sama dengan PT untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga meski kegiatan tersebut dilakukan atas nama PT. Inilah yang disebut dengan Piercing the Corporate Veil.

Secara harafiah, Piercing the corrporate veil berarti mengoyak/merobek tirai atau kerudung perusahaan. Dalam hal ini tirai yang memisahkan tanggungjawab antara PT dan luar perseroan (bisa organ PT ataupun subjek hukum lainnya) disingkapi atau disobek oleh hukum.

Dengan kata lain Piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggungjawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum) tanpa melihat fakta bahwa perbautan tersebut sebenarnya dilakukan oleh/atas nama perusahaan pelaku tersebut.[4]

Terima kasih, semoga bermanfaaat

Sumber:

Referensi:

  • Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014

Undang-Undang:

  • Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[1] Pasal 1 angka 1 UU PT “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

[2] Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal.2.

[3] Pasal 3 ayat 2 UU PT (lihat juga penjelasannya): “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

  1. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
  3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
  4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

[4] Ibid, hal.7.

About The Author

Boris Tampubolon

Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Mengembalikan kerugian Negara, Apakah Bisa Menjadi Dasar Mengurangi Hukuman Pidana
Pelanggaran UU dan Merugikan Negara Tidak Bisa Serta Merta Diterapkan UU Tipikor, Ini Penjelasannya
Bolehkan diatur Pemberian Kuasa Di Dalam Perjanjian Fidusia
Akibat Hukum Bila Jaminan Fidusia Tidak Didaftarkan
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
Apakah Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata Mengikat?
divonis-membunuh-empat-pengamen-cipulir-ajukan-pk-ke-pn-jaksel
Novum Dalam Pidana Bukanlah Bukti Baru Tapi Keadaan Baru, Ini Penjelasannya

Video Gallery

Pengacara Dito Mahendra Bakal Ajukan Eksepsi Terkait Senpi Ilegal
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan melanjutkan sidang terdakwa Dito...

Berita

guru-boris-dan-supritani
Boris Tampubolon: Guru Supriyani Tak Bisa Dipidana Jika Tak Ada Mens Rea
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Praktisi hukum dan juga pengacara, Boris Tampubolon mengatakan, dalam konteks hukum pidana, seseorang...

Buku

buku
STRATEGI MENANGANI DAN MEMENANGKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN (PERSPEKTIF ADVOKAT)
Para advokat atau praktisi hukum sudah sepatutnya memiliki keahlian penanganan perkara yang mumpuni sehingga dapat...